Rabu, 29 Januari 2014

Cukup tau dan Hafal ??



Pagi datang dengan cerah, mentari hangat menyapu seluruh celah di bumi hari ini. Pagi itu seperti biasa di rumah seorang Kyai kondang di salah satu sudut kota Jogjakarta. Nampak, Pak Kyai sedang duduk di meja makan menikmati sarapan Paginya.

Pak Kyai
:
“Bissmillah.. “ Sruuutttt..!! kopi hitam pun mengalir melewati saluran kerongkongan Pak Kyai. “Bu, Bapak hari ini mau ke Pasar Burung. Bapak mau beli burung Beo”.
Bu Nyai
:
“Buat apa to Pak ? nanti yang mau merawat siapa ?”
Pak Kyai

“Bapak punya rencana ingin menjadikan burung itu sebagai contoh, agar orang-orang mau rajin solawatan dan berdzikir”. Sambil kembali meneruskan makan pisang gorengnya. “Banyak sekali orang-orang yang malas untuk bersholawat dan berdzikir”.
Bu Nyai
:
“Tapi hati-hati lho Pak klo pelihara hewan. Jangan sampai lalai, kalo lalai malah jadi dzolim nanti jatuhnya !” mengambil tisu untuk di berikan ke Bapak.
Pak Kyai
:
Menerima tisu sambil memegang tangan Bu Nyai. “Iya, wah seneng aku punya istri kayak kamu, pinter banget”.
Bu Nyai
:
Tersenyum simpul dan Nampak wajahnya memerah.
Pak Kyai
:
“Wes, sana kasih tau Wanto suruh siapkan Mobil, sebentar lagi tak berangkat aja, nanti ndak keburu siang malah”. Ini kuncinya !! sambil memberikan kunci ke Bu Nyai
Ibu Nyai
:
Beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Bapak.




Tak lama sekudian terdengar suara deru mesin mobil Pak Kyai yang sedang dipanaskan. Bersamaan dengan itu Pak Kyai menghabiskan Kopi Hitam yang masih tersisa dalam cangkirnya. Kemudian Pak Kyai beranjak ke Garasi.

Wanto
:
“Bade tindak pundi niki Pak Kyai..?”
Pak Kyai
:
“Ngeterke aku yo, neng pasar ngasem. Aku meh tuku Beo”. Sambil merapikan Kupluk putih yang di kenakannya.
Wanto
:
“Injih, sampun Pak monggo” mempersilahkan Bapak untuk naik.
Pak Kyai
:
“Sik tak pamit Ibu”. Kemudian melangkah menuju ke dalam rumah kembali.



Tidak lama kemudian Pak Kyai sudah muncul dan masuk kemobil. Tidak perlu waktu lama, sebuah mobil pabrikan negeri Sakura berwarna Hijau meluncur.
Rumah Pak Kyai letaknya bersebelahan dengan Sebuah Pondok Pesantren yang cukup besar dengan jumlah santri yang jumlahnya ratusan. Tidak jauh dari sana terdapat sebuah masjid yang berdiri kokoh dan bersih. Masjid ini di gunakan oleh para santri dan masyarakat sekitar. Tiap waktu Sholat, masjid ini tak pernah sepi oleh jamaah, pengajian-pengajian rutin selalu di adakan di masjid tersebut. Suasana “pesantren” sangat kental di sekitar sini. Kita bisa lihat banyak sekali santri lalu lalang dengan baju koko dan kain sarung. Juga para santriwati dengan jilbab – jilbabnya yang kadang di kenakan walaupun beberapa ada yang mengenakan dengan ala kadarnya.
“Tinn ttiiiinnn”. Suara klakson mobil Pak Kyai berbunyi minta di berikan jalan untuk masuk ke gang menuju rumahnya. Karena siang itu sudah menjelang Dhuzur. Jalan itu ramai di padati para santri menuju ke masjid.

Pak Kyai
:
“Assalamu’alaikum, Bu ini Bapak udah dapet burung Beonya”. Sambil membawa kandang burung warna hijau dan emas berukuran cukup besar. Didalamnya nampak seekor burung Beo yang lincah di dalamnya.
Bu Nyai
:
Sambil melangkah keluar. “Wa’alaikumsalam, yo dirawat lho Pak. Jangan di sia-siakan. Udah sekarang ke masjid dulu sebentar lagi masuk waktu dhuhur.



Sore hari menjelang. Sehabis sholat Asar Pak kyai selalu menyempatkan waktunya bersama dengan Burung Beo nya, Pagi selepas sholat Subuh pun demikian. Hanya di jam – jam mengisi pengajian saja nampak Si burung Beo itu sendiri. Berhari – hari sudah Pak Kyai mengajari burung Beo itu mengucapkan Dua Kalimat Syahadat. Tiba suatu pagi sepulang dari mengisi pengajian setalah jamaah subuh.
Burung Beo
:
Asyhadu an-Laa Ilaaha Illallah wa Asyhadu an-na Muhammadarrosuululloh”… sambil melompat dan terbata-bata.
Pak Kyai
:
Tepat di depan pintu ketika hendak masuk rumah. Mendengar suara burung Beo tersebut. Terkejut, sambil berteriak “Bu… Ibu.. sini Manuk e wis iso syahadat dewe.. Bu sini Bu!!!”.. terus masuk ke rumah mencari Bu Nyai.



Muncul bersama ibu menuju teras rumah. Berkali-kali Sang Beo tersebut sudah
mengucapkan Syahadat.

Bu Nyai
:
“Subhanalloh, Bapak hebat banget ya bisa ngajarin Burung sampe bisa gitu”.
Pak Kyai
:
“Wah seneng aku Bu..Semoga ini jadi pertanda baik buat kita biar segera dikasih momongan ya. Aamiin”.
Bu Nyai
:
“Aamiin”.
Wanto
:
Di teras samping sambil membersihkan Mobil. “Pak Kyai hebuuaat, mboten muspro lengajari sabendinten. Esuk ngantos ndalu, Wes TOP banget”.
Pak Kyai
:
“Maksud mu opo toooo.. kowe ora seneng nek aku ngajari Beo ne iki ??”
Wanto
:
“Njeh Mboten Pak Kyai”. Sambil menuju kebelakang rumah lewat jalan samping.



                  
Hari berjalan, minggu demi minggu pun berlalu. Makin mahir saja Sang Beo itu, pun demikian dengan Pak Kyai. Beliau semakin senang dan terus lebih banyak waktu dia habiskan bersama dengan Burung Beo itu. Seiring dengan waktu berjalan, kabar tentang Beo Pak Kyai yang bisa ber-Syahadat tersebut menyebar dengan cepat. Pembicaraan orang-orang di lingkungan Pondok Pesatren pun terus menerus membahas mengenai Burung Beo itu. Pak Kyai mulai melatih kata-kata baru untuk Beo itu, dilatihnya sekarang untuk mengucapkan Sholawat.
Seperti biasa, kesibukannya membersihkan kandang Beo dan memandikan Beo tersebut sudah menjadi rutinitas yang dijalaninya dengan bahagia.
Pak Kyai meletakkan kandang burung Beo itu diatas meja teras rumahnya. Pak Kyai pergi masuk kedalam rumah untuk mengambil perlatan untuk mandiakan dan membersihkan kandang Burung Beo itu. Ketika Pak Kyai sedang berganti pakaian, terdengar suara ”KAKKKK KKAAAKKKK KKAAKKKK… ” Suara Burung Beo itu terdengar janggal…

Pak Kyai
:
“Ada suara burung aneh.. Burung apa itu ya?? ” sambil sedikit bergumam.

KAKKKKAKK KKKKKKAAAAAAAAAAKKK !!!!! kembali suara Beo itu terdengar lantang dan semakin keras. Bersamaan dengan itu terdengar… GEDUBRAAAAKKKKK !!!  KAAKAKKKKKA KAAAKKKKK KKAAA !!!! Pak Kyai sadar arah suara itu datang dari teras rumahnya.

Pak Kyai
:
Berlari menuju ke teras sambil memegangi sarungnya “Astagfirulloh, Beo ku !!!!” Beo Ku !!!! Astaghfirulloh !!” Sambil berteriak.

Nampak diatas pagar Seekor Kucing menatap tajam mata Pak Kyai. Burung Beo itu sudah menggelayut tepat dimulut Kucing itu, tak lama kemudian Kucing itu melompat dan pergi.

Bu Nyai
:
Dari dalam rumah mendengar suara Pak Kyai berteriak, bergegas menghampiri. “Ada apa to Pak ??” belum sampai teras Bu Nyai sudah bertanya.
Pak Kyai
:
Duduk dengan lemas diteras rumah sambil memegangi Kandang burung yang kosong. “Astaghfirulloh… Beo Ku.. Ya Alloh Beo Ku… “ terus terisak menangis sambil memegangi kandang Burung itu.
Bu Nyai
:
“Lho ada apa ini Pak !?” sambil menghampiri Pak Kyai dan mengelus pundaknya.
Pak Kyai
:
“Beonya digondol Kucing Bu..”
Bu Nyai
:
“Sabar Pak. Udah lah, toh nanti Bapak bisa cari lagi di pasar, lain kali lebih hati-hati kita biar gak di makan kucing lagi. Nanti Ibu bantu ngusir Kucing-kucing yang masuk rumah.
Pak Kyai
:
“Iya Bu.. hiks hiks..”. “yang tak sesali itu bukan itu!!”.
Bu Nyai
:
“Lho terus apa??”.
Pak Kyai
:
“Kenapa di penghujung ajalnya Beo-nya gak mengucap Syahadat??”. Hikk.hikk. “yang keluar dari mulutnya cuman KAAAAAAKkkk KKKAAAAAKkkk”. “Piye itu, udah tak ajari, udah lancar tapi kok di akhir hayatnya cuman suara itu yang dia ucapkan. Nyesel, Sedih aku Bu !!”.
Bu Nyai
:
Hanya termangu terdiam, tak tau harus menimpali dengan perkataan apa.

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Berkaca dari cerita diatas. Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang seperti Burung Beo itu. Hanya bisa menghafal dan mengucapkan tapi tidak mau dan tidak pernah mengaplikasikan syariah / ilmu yang telah kita miliki dan ketahui. Setiap waktu hanya sibuk mencari ilmu kesana kemari, belajar dari semua sumber. Bahkan semua ilmu ingin dimiliki, ketika tau ada orang yang berilmu cepat-cepat  untuk belajar tapi setelah ilmunya di serap tapi aplikasinya NOL BESAR !!. Lebih hati-hati lagi, jangan sampai perilaku ini menimbulkan perilaku yang lebih buruk lagi. Ria’ dan dorongan rasa ingin dipuji akan mengiringi hal ini. HATI – HATI !!
Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak manfaatnya untuk orang lain.
Lebih baik yang ilmunya sedikit tapi Action (Aplikatif) ketimbang yang ilmunya banyak dan belajar sana-sini tapi gak pernah Action.. Itu baru namanya HEBAT !!!


Kamis, 23 Januari 2014

Main Lagi YUK !!!



Panas matahari terasa cukup terik mengiringi kepulangan ku bersama teman-teman dari Sekolah. Kami sahabat karib dimasa, Aku (Adit), Bambang, Iwan dan Arzan. Keceriaan selalu ada dalam wajah kami. Biarpun siang terasa terik sekali tapi kami pulang dengan hati yang penuh semangat tidak sabar untuk segera sampai dirumah.

Sesampainya dirumah segera ku ganti pakaian sekolahku, kurapihkan dengan baik pakaian tersebut. Untuk anak seusia ku bisa dikatakan aku sudah cukup mandiri saat itu. Di usia 9 tahun aku sudah disiplin pakaian sekolahnya digantung di belakang pintu kemudian mengganti dengan pakaian dari lemari pakaian sederhananya yang terbuat dari rak sepatu kayu diberi tirai kain blacu. Setelah selesai makan siang aku segera mempersiapkan alat pancing, kami empat sahabat karib sudah merencanakan untuk pergi memancing sepulang sekolah.
“Adit mau kemana?” tanya Ibu. “Mau mancing Bu, bolehkan?” jawabku. “Iya boleh, pulangnya jangan terlalu sore ya”.
Tak lama kemudian alat pancing ku telah siap. Sebilah Bambu yang telah diserut dengan Pisau dapur lengkap dengan Kail dan benangnya. Ini karya Adit sendiri lho.

“Ibu!!! Adit pergi dulu ya” teriak Adit dari belakang rumah. “Iya!” Jawab Ibu dari dalam rumah. Dengan berjalan kaki aku menuju rumah Bambang tempat kami janjian.

“Dit, kamu bawa umpan gak?” tanya Bambang. “enggak.. he he he” jawabku dengan tersenyum. “Kita tunggu Iwan dulu deh ya?, trus kita cari umpan sama-sama” ujar Bambang menyahut. Arzan mencoba memeriksa isi tas plastik yang dia bawa. “Aku sih ada bawa sedikit, sisa Kakakku” kata Arzan.
Kami bertiga merencanakan untuk pergi memancing dialiran sungai kecil dekat desa mereka tinggal, kami disini menyebutnya daerah itu sungai Wak Semin. Sudah cukup lama kami menunggu tapi Iwan tak juga kunjung datang. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi dan mampir kerumah Iwan, karena rumah Iwan tidak teralu jauh Rumah Bambang. Mencari umpan pun sambil jalan sekalian berangkat.

Sesampainya didepan rumah Iwan, “Iwan!! Iwan!!” teriak kami serentak. Tidak lama muncul lah Iwan dari balik pintu. “Kalian berangkat aja, aku gak bisa ikut. Aku harus jagain Adikku” lontar Iwan spontan.
Lalu Adit dan teman-temannya berangkat. Sesampainya ditujuan tanpa basa-basi dengan umpan yang sudah didapat. Pancing segera di lemparkan. Telah lama kami memancing ikan di sungai tersebut namun hany sedikit ikan kecil-kecil yang kami peoleh.
Suasana hening saat kami memancing, hanya terdengar suara-suara serangga nyaring bersahutan dari hutan karet di sekitar tempat kami memancing. Namun tiba – tiba “Byuuur !!!” suara air sungai keras terdengar. Tak lama kemudian “ha ha ha ha ha… ayoooo mandi aja.. dari pada mancing gak dapat-dapat” teriak Arzan dengan semangat. Tanpa pikir panjang ku lepas seluruh pakianku “hiaaatttt ..“ sambil melompat dengan menendangkan kaki kedepan seperti seorang pendekar. “Tunggu akuuuuuu” teriak Bambang, sekejap badannya sudah sepenuhnya ada di air.

==============================

“Permisi Mas..” Suara itu membuyarkan ingatan masa kecil ku. Orang yang duduk di sebelahkku minta izin untuk keluar dari deretan bangku di Bus kota yang kami tumpangi menuju tujuan masing-masing. 
Ingatan masa lalu ku itu muncul ketika tadi Bus ini berhenti, aku melihat dipinggir jalan ada sebuah persewaan game online. Penuh di jejali anak – anak usia SD hingga SMP, malah lebih parahnya lagi masih ada yang dengan pakaian sekolahnya. Hal ini membuatku bertanya dalam hati apakah suasana bermain seperti yang aku nikmati masa kecil itu tidak lagi mereka rasakan ?? apakah anak-anak yang di kampung-kampung yang sekarang sudah menjamur juga tempat – tempat sewa game juga sudah seperti ini ???.
Bahkan di tambah lagi Gadget yg sekarang bisa diperoleh dengan mudahnya. Sampai ke usia anak-anak yang seharusnya meraka masih bermain secara fisik dan berinteraksi banyak dengan teman-teman sebayanya. Bermain, tertawa, menangis dan belajar sekaligus semua itu bisa di dapat saat mereka berinteraksi dengan teman – teman dengan semua bentuk permainan fisik dan lainnya yang bisa mengasah motorik dan bagaimana berempati serta juga merasakan problem solving lebih nyata. 
Alangkah hebatnya jika ada pendidikan yang menerapkan suasana bermain dan menyenangkan dalam mengaplikasikan muatan pendidikan yang harus di serap anak-anak. Karena sesungguhnya Anak – anak adalah bermain.
Bayangkan ada sekolah yang isinya menangkap belut, main kelereng, main patil lele, main congklak, main engklek. Pokoknya semua bermain, dan itu lah cara para guru menyampaikan materi dari kurikulum yang ada. HEBAT !!!!